Rabu, 05 September 2012

PHK Menjelang Lebaran 2012



Sebanyak 1300 buruh sebagian besar adalah buruh perempuan yang bekerja di PT Panarub Dwikarya di Tangerang terancam PHK. Perusahaan tersebut adalah perusahaan padat karya yang memproduksi alas kaki dengan brand Mizuno, Adidas dan Specs.
Perusahaan berdiri sejak tahun 2006 memiliki buruh sebanyak 2556 orang, beralamat di Jl. Komp. Benoa Mas Blok B No. 1 Pabuaran – Tumpeng Tangerang.
Sejak tanggal 12 Juli 2012, mereka melakukan aksi dan dilanjutkan pada tanggal 21 Juli 2012. Pasca beberapa kali aksi, mereka tidak boleh masuk pabrik. Mereka diancam di PHK tanpa pesangon, tanpa menerima upah dan THR(Tunjangan Hari Raya).
Nasib mereka tidak menentu. Namun perjuangan tetap dilanjutkan. Mereka mengadakan aksi bergilir. Seminggu 3 kali, aksi di bundaran Pasar Baru Tangerang. Mereka mengadakan propaganda kepada orang – orang yang melintasi bundaran tersebut. Bahwa mereka diperlakukan tidak adil oleh PT. Panarub Dwikarya.  Mereka juga ngamen untuk melibatkan masyarakat luas bagi pembiayaan aksinya.
Masalah ketidakadilan yang terjadi di PT. Panarub Dwikarya, sebagai berikut: (1). Rapelan yang tidak dibayarkan selama tiga bulan total jumlah Rp. 606.150, (2). THR tidak ada pembedaan untuk masa kerja, (3). PHK sepihak, (4). Kebebasan berserikat yang masih dilanggar, (5) hak – hak normative lainnya yang belum didapat.
Kehilangan pekerjaan berarti kehilangan mata pencaharian. Banyak buruh yang takut kehilangan pekerjaan karena aksi. Beberapa buruh mendatangi pihak manajemen memberikan pekerjaan itu kembali. Piaha manejemn tidak keberatan memberikan pekerjaan itu kembali.
Namun, pihak manajemen menuntut syarat, yaitu buruh harus minta maaf dan tidak melakukan aksi lagi serta keluar dari keanggotaan serikat buruh. Jika buruh setuju dengan syarat tersebut maka buruh harus membuat reka ulang (simulasi) aksi yang pernah dibuat kepada pihak manajemen dengan mengitari lapangan sepak bola yang panas. Buruh membawa potongan karton yang bertuliskan saya berjanji tidak melakukan kembali, saya berjanji keluar dari keanggotaan  organisasi buruh yaitu SBGTS- GSBI, saya minta maaf kepada manajemen.
Akasi tersebut disaksikan oleh para manajemen dan buruh – buruh yang masih bekerja di perusahaan tersebut. Selain untuk membuat jera buruh, juga untuk menakuti – nakuti buruh yang masih bekerja supaya tetap loyal terhadap perusahaan walaupun mengalami ketidakadilan.
Dari sisa buruh yang meminta –minta pekerjaan pada perusahaan, ada sebagian besar buruh tetap berjuang. Hari, Kamis 09 Agustus 2012, sekitar 900 buruh yang bergabung dengan SBGTS- GSBI PT. Panarub Dwikarya Tangerang mengadu ke Menteri Tenaga Kerja RI di Jalan Gatot Soebroto Jakarta.
Perwakilan buruh yang sedang aksi diterima oleh Bapak Menteri Tenaga Kerja RI dan stafnya. Buruh menuntut agar upah dan THR dibayar serta dipekerjakan kembali oleh perusahaan tersebut. Selama perundingan berjalan, buruh tetap melakukan aksi di halaman kantor Depnaker- Trans hingga pukul 21.00 WIB.
Akhirnya buruh yang sebagian besar buruh perempuan dan berkeluarga bernafas lega. Mereka mendapat selebar surat yang ditujukan kepada PT. Panarub Dwikarya, agar memberikan upah dan THR serta meperkerjakan kembali buruhnya.
Upah dan THR mereka sudah dibayarkan lewat transfer Bank Mandiri. Sekali lagi, buruh bernafas lega. Namun persoalan buruh belum selesai. Persoalan yang buruh temui adalah pemblokiran Bank. Buruh bisa membuka, tetapi tidak mengakses uangnya. Untung pemblokiran hanya terjadi beberapa hari saja.
Persolan buruh selesai, namun persolan lain muncul. Buruh menemukan kejanggalan pada penerimaan upah dan THR. Setelah membanding slip gaji, buruh menerimanya tidak sama jumlahnya. Bahkan ada yang menerima  upah sebesar Rp. 300.000,-. Menurut buruh, orang tersebut yang sering kelihatan orasi pada aksi - aksi buruh. Bisa jadi hal tersebut sebagai bentuk hukuman bagi buruh yang kelihatan vocal.
Hari , Senin, 13 Agustus 2012, team investigasi Depnaker Trans akan mendatangi PT Panarub Dwikarya. Mereka akan melibat pengurus dan kooordinator wilayah untuk terlibat dalam proses kegiatan investigasi tersebut. L. Gathot W

Politik Upah Murah


Oleh: L. Gathot Widyanata

Setiap tahun buruh di Indonesia selalu dikecewakan oleh keputusan pemerintah tentang Upah Minimum Propinsi/Kabupaten/Kota. Kecewa, karena kenaikan upah yang terjadi tidak pernah sebanding dengan kenaikan harga-harga kebutuhan hidup sehari-hari.
Walaupun pemerintah terus menerus diprotes oleh buruh atas keputusan UMP pertahunnya, namun pemerintah tetap mempertahankan UMP/K sebagai standar minimal upah yang diterima oleh seorang buruh.

Upah Minimum sama dengan Upah Murah
Kebijakan politik upah murah yang dikemas dalam UMP/K merupakan kelajutan sejarah politik upah murah yang diciptakan oleh Rezim Orde Baru. Semula diciptakan  untuk menarik investor-investor asing masuk ke Indonesia, pemerintah mengajukan berbagai penawaran kepada para investor. Dalam rangka meyakinkan investor bahwa berinvestasi di Indonesia menguntungkan, salah satu yang ditawarkan ialah upah murah dari pekerja dan buruh di Indonesia.
Kebijakan upah minimum, dari waktu ke waktu telah mengalami perubahan di tingkat regulasi, khususnya soal komponen upah. Akan tetapi hal itu sama sekali tidak membawa perubahan terhadap peningkatan atau perbaikan kesejahteraan kaum buruh.
UMP/K ditetapkan berdasarkan surve KHL yang terendah, tanpa mempertimbang tingkat inflasi. Oleh sebab itu, UMP/K yang ditetapkan oleh Gubernur itu, selalu tidak memenuhi kebutuhan buruh. Dengan kata lain, UMP/K tidak pernah 100% KHL.

Upah Murah tetap Bertahan
Krisisi ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1998 yang kemudian membuat Indonesia masuk kepada perangkap kapitalisme global, pada perkembangannya mengakibatkan perlindungan Negara terhadap upah buruh semakin tidak jelas. Kebijakan upah murah tetap menjadi primadona untuk menarik investor asing. Katanya untuk menyediakan lapangan kerja bagi pengangguran yang terus bertambah
Melalui Undang –Undang No 13/2003, pemerintah tetap mempertahankan politik upah murah. Dalam kebijakan ketenagakerjaan yang fleksibel memperlihat tekanan kapitalis global agar Indonesia  menerapkan syarat-syarat perbaikan iklim investasi dengan cara : meliberalisasi peraturan perburuhan, melonggarkan pasar kerja dan mendesentralisasi  urusan ketenagakerjaan. Ketiga prinsip tersebut dalam implementasinya  secara pasti telah menurunkan kesejahteraan buruh dan menghilangnya kepastian kerja melalui sistem hubungan kerja kontrak, outsourcing.

Akibat bagi Buruh
Dengan upah murah kaum buruh terjebak dalam kemiskinan tanpa ada kemungkinan untuk keluar dari dalamnya. Upah murah yang didapat oleh kaum buruh akan habis untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan dan sandang.
Keberadaan upah murah akan berdampak pada rendahnya daya beli dan rendahnya investasi maupun tabungan dari kaum buruh. Dari sisi daya beli, maka dengan murahnya upah buruh mengakibatkan lesunya pergerakan sektor riil yang menjual baranng atau jasa disamping penyediaan barang dan jasa pemenuhan kebutuhan primer.
Dengan upah murah, kemampuan buruh untuk menyekolahkan anak menjadi rendah dan tingkat intelektualitas buruh menjadi rendah dan dunia usaha akan kesulitan memperoleh tenaga kerja yang terdidik (Simon J Sibarani 2011)
Upah buruh murah melahirkan permasalahan urban yang luar biasa pelik. Penghasilan minim dari bekerja di pabrik membuat lebih banyak orang memilih terjun di sektor informal, seperti menjadi PKL, pedagang asongan bahkan pengamen.

Penutup
Pada jaman Orde Lama upah diberikan dalam dua bentuk yaitu upah nominal dan tunjangan natura guna menjamin pemenuhan kebutuhan fisik buruh dan keluarganya berupa beras, ikan asin, minyak goreng, dll. Bahkan dikenal istilah Catu-11 terdiri dari 11 jenis kebutuhan pokok sehari-hari bagi buruh dan keluarga yang diberikan oleh perusahaan. Dengan demikian kebutuhan fisik buruh dan keluarganya dijamin, disamping juga menerima upah dalam bentuk uang nominal.