Diawal abad 19 ditandai oleh
perkembangan kapitalisme industry, terutama di negara – negara kapitalis Barat.
Pengetatan disiplin dan pengintesifan jam kerja , minimnya upah dan buruknya
kondisi kerja di tingkat pabrik, menuai amarah dan perlawanan dari kalangan
kelas buruh.
Pada era itu, buruh bekerja dari 19
sampai 20 jam seharinya. Buruh mempersoalkan dan menuntut agar jam kerja
diperpendek menjadi 8 jam sehari. Pada tanggal 1 Mei 1886, 80.000 buruh Amerika Serikat melakukan demontrasi menuntut 8 jam kerja.
Demontrasi ini berlanjut sampai 4 Mei
1886. Demontrasi tersebut direspon dengan pemogokan umum, yang membuat 70.000
pabrik ditutup. Klas penguasa terusik. Dengan alat kekerasannya segera
menembaki buruh yang melakukan demontrasi dan menewaskan ratusan buruh.
Satu Mei ditetapkan sebagai hari perjuangan klas buruh dunia pada
1886 oleh Fedration of Organized Trades and Labor Union, selain memberikan
momen tuntutan delapan jam sehari, member semangat baru perjuangan klas buruh
yang mencapai massif di era tersebut.
Pada ulang tahun Revolusi Perancis pada
4 Juli 1889, semua buruh berbagai negeri berkumpul dan memutuskan resolusi,
yaitu semua klah buruh menuntut pihak yang berwenang pengurangan hari kerja
menjadi delapan jam.
Resolusi ini mendapat sambutan yang
hangat dari berbagai negara dan sejak tahun 1890, tanggal 1 Mei, yang
diistilahkan dengan May Day, diperingati oleh kaum buruh di berbagai negara,
meskipun mendapat tekanan keras dari pemerintah mereka.
Sejak demontrasi serupa diputuskan untuk
1 Mei 1890 oleh Federasi Tenaga Kerja Amerika di konvensi Di St. Louis,
Desember , 1888, hari ini diterima untuk demontrasi internasional. Para buruh
dari berbagai negara harus mengorganisir demontrasi ini sesuasi dengan kondisi
yang berlaku disetiap negara.
Di Indonesia May Day dirayakan sejak
tahun 1920, tetapi sejak rezim Orde – Baru hari buruh tidak lagi diperingati di
Indonesia.
Setelah era Orde Baru berakhir, walaupun bukan hari libur, setiap tanggal 1 Mei
kembali marak dirayakan oleh buruh di Indonesia dengan demonstrasi di berbagai
kota.
Sejak peringatan May Day tahun 1999 hingga
2006 tidak pernah ada tindakan destruktif yang dilakukan oleh gerakan massa
buruh yang masuk kategori "membahayakan ketertiban umum". Yang
terjadi malahan tindakan represif aparat keamanan terhadap kaum buruh, karena
mereka masih berpedoman pada paradigma lama yang menganggap peringatan May Day
adalah subversif dan didalangi gerakan komunis
Aksi May Day 2006 terjadi di berbagai
kota di Indonesia. Mereka menolak revisi
Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang banyak merugikan
kalangan buruh.
Peringatan 1 Mei 2008, sekitar 20 ribu
buruh melakukan aksi longmarch menuju Istana Negara pada peringatan May Day
2008 di Jakarta. Mereka berkumpul sejak pukul 10 pagi di Bundaran Hotel
Indonesia.
Trend isu:
“Hapuskan Sistem Kontrak & Outsourcing”. Kedua isu tersebut tidak lagi
sekedar wacana tetapi sudah menjadi praktek di dalam hubungan – industrial di
Indonesia.
May Day
2009, belasan ribu buruh, aktivis dan mahasiswa dari berbagai elemen dan
organisasi memperingati Hari Buruh Sedunia dengan melakukan aksi longmarch dari
Bundaran HI menuju Istana Negara, Jakarta. Aksi ini tergabung dalam dua
organisasi payung, Front Perjuangan Rakyat (FPR) dan Aliansi Buruh Menggugat
(ABM). Ribuan buruh yang tergabung dalam ABM, tertahan dan dihadang oleh
ratusan aparat kepolisian sekitar 500 meter dari Istana.
Peringatan Hari Buruh Internasional,
pada 1 Mei 2010, ribuan pengunjuk rasa melakukan unjuk rasa di Bundaran Hotel
Indonesia di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat. Dari Bundaran HI, mereka
kemudian bergerak ke depan Istana Negara. Mereka menuntut akan jaminan sosial
bagi buruh. Kalangan buruh menganggap penerapan jaminan sosial saat ini masih
diskriminatif, terbatas, dan berorientasi keuntungan.
Hari Buruh Internasional yang jatuh
pada 1 Mei 2011, Yang jatuh pada hari Minggu diyarakan ribuan buruh di Tahun
2011. Ribuan buruh Indonesia merayakan Hari Buruh Internasional di Bundaran
Hotel Indonesia, Jakarta. Mereka menyerukan adanya kepastian jaminan sosial
bagi para buruh di Indonesia sambil meneriakkan yel-yel perjuangan eperti
"Hidup Buruh" dan "Berikan Hak-Hak Buruh," serta mereka
berpawai menuju Istana Negara.
Peryaan May Day 2012, rupanya tidak berubah dari tahun-tahun
sebelumnya. Pawai – longmarch tetap dilakukan dengan tujuan dan rute
yang sama. Bahkan semakin tidak jelas perjuangannya, bahkan dibelokan dari garis perjuangan yang asli oleh kekuatan
modal dan negara. Fakta di lapangan, perayaan May Day 2012 terpecah menjadi
perayaan tanpa makna perjuangan. Sebersit pemaknaan May Daya 2012, ketika beberapa buruh yang melakukan perayaan di
depan Istana Merdeka menuntut Negara dan pelaku bisnis memberikan upah yang
layak, berlakunya jaminan sosial dan penghapusan sistem outsourcing.
L. Gathot W