Kebijakan
Ketenagakerjaan Yang tidak Mensejahterakan
Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional pada tahun 2004 melalui white papernya, telah merekomendasikan
kebijakan pasar tenaga kerja yang fleksibilitas untuk meningkatkan investasi,
mengurangi angka pengangguran dan mengurangi kemiskinan.
Rekomendasi tersebut sudah 8 tahun
dipraktekan oleh Negara, namun praktek pasar kerja yang fleksibilitas
menciptakan buruh semakin miskin. Persoalan ketidak kesejahteraan buruh
semakain mengkawatirkan dan mudah ditemukan dimana- mana.
Fakta upah sebesar UMK bahkan di bawah
UMK yang diterima buruh industri yang berstatus kontrak dan outsourcing semakin
rendah dan semakin tak mampu mengejar lonjakan kenaikan harga – harga barang –
barang kebutuhan pokok.
Rekomendasi Bappenas 2004 ini, lebih
berhasil menciptakan iklim investasi
yang kondisif dan meningkatkan investasi. Terciptanya pasar tenaga kerja yang
fleksibilitas upah buruh menjadi rendah dan tak memiliki daya tawar.
Menurut Indrasari Tjandraningsih, peneliti
AKATIGA: Ada 2 strategi dasar yang dilakukan oleh pemerintah untuk mendukung
kebijakan ketenagakerjaan saat ini yakni pertama, menjalankan upah murah dan
kedua menerapkan prisip- prinsip liberal, fleksibel dan terdesentralisasi dalam
urusan ketenagakerjaan. Kedua strategi tersebut secara sitematis telah membuat
buruh tidak sejahtera.
Politik upah murah terbukti menciptakan
sulitnya kehidupan buruh, karena nilai rata- rata upah minimum sebesar Rp.
892.160 (misalnya) hanya mampu membiayai 62,4 presen rata – rata pengeluaran
buruh (AKATIGA- SPN- bur TEKS- FES TWARO 2009).
Prinsip – prinsip liberal, fleksibel dan
desentralisasi berarti mereberalisasi peraturan perburuhan, melonggarkan pasar
kerja dan desentralisasi urusan ketenagakerjaan. Ketiga prinsip tersebut dalam
emplementasinya secara pasti menurunkan kesejahteraan buruh dan mehilangkan
kepastian kerja melalui hubungan kerja kontrak , outsorcing dan magang.
Dengan system kerja kontrak, upah buruh
tidak akan pernah mengalami kenaikan dan berbagai tunjangan yang biasa diterima
oleh buruh tetap dengan sendirinya tidak diberikan.
Upah murah dan ketidakpastian akan
membawa implikasi terhadap penurunan kerja dan produktivitas buruh. Kondisi
kerja yang buruk dan penurunan kesejahteraan hanya akan menghasilkan aksi –
aksi protes buruh jelas akan membuat situasi investasi tidak nyaman.
Setelah system outsourcing menjadi
strategi oleh perusahaan untuk penyediaan tenaga kerja yang murah, Presiden
KPSI, Said Iqbal mendesak pemerintah , segera menghapuskan system outsourcing
dalam penyerapan tenaga kerja, system outsourcing terbukti memiskinkan buruh. Ia mengingatkan bahwa outsourcing upahnya 20 %
lebih rendah dengan pekerjaan yang sama , waktu yang sama yang bukan outsoucing
(detik finance)
Akahirnya , fleksibilisai pasar tenaga
kerja di Indonesia tidak disertai dengan jaminan social sebagai “full –back
cushion atau jaringan pengaman bagi buruh. Jadi selama buruh dikuasai oleh
rezim fleksibilisasi tidak pernah akan sejahtera.
L.
Gathot W
Tidak ada komentar:
Posting Komentar