Kamis, 07 Juni 2012

Kebijakan Ketenagakerjaan Yang tidak Mensejahterakan



Kebijakan Ketenagakerjaan Yang tidak Mensejahterakan

Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional pada tahun 2004 melalui white papernya, telah merekomendasikan kebijakan pasar tenaga kerja yang fleksibilitas untuk meningkatkan investasi, mengurangi angka pengangguran dan mengurangi kemiskinan.
Rekomendasi tersebut sudah 8 tahun dipraktekan oleh Negara, namun praktek pasar kerja yang fleksibilitas menciptakan buruh semakin miskin. Persoalan ketidak kesejahteraan buruh semakain mengkawatirkan dan mudah ditemukan dimana- mana.
Fakta upah sebesar UMK bahkan di bawah UMK yang diterima buruh industri yang berstatus kontrak dan outsourcing semakin rendah dan semakin tak mampu mengejar lonjakan kenaikan harga – harga barang – barang kebutuhan pokok.
Rekomendasi Bappenas 2004 ini, lebih berhasil menciptakan  iklim investasi yang kondisif dan  meningkatkan investasi.  Terciptanya pasar tenaga kerja yang fleksibilitas upah buruh menjadi rendah dan tak memiliki daya tawar.
Menurut Indrasari Tjandraningsih, peneliti AKATIGA: Ada 2 strategi dasar yang dilakukan oleh pemerintah untuk mendukung kebijakan ketenagakerjaan saat ini yakni pertama, menjalankan upah murah dan kedua menerapkan prisip- prinsip liberal, fleksibel dan terdesentralisasi dalam urusan ketenagakerjaan. Kedua strategi tersebut secara sitematis telah membuat buruh tidak sejahtera.
Politik upah murah terbukti menciptakan sulitnya kehidupan buruh, karena nilai rata- rata upah minimum sebesar Rp. 892.160 (misalnya) hanya mampu membiayai 62,4 presen rata – rata pengeluaran buruh (AKATIGA- SPN- bur TEKS- FES TWARO 2009).
Prinsip – prinsip liberal, fleksibel dan desentralisasi berarti mereberalisasi peraturan perburuhan, melonggarkan pasar kerja dan desentralisasi urusan ketenagakerjaan. Ketiga prinsip tersebut dalam emplementasinya secara pasti menurunkan kesejahteraan buruh dan mehilangkan kepastian kerja melalui hubungan kerja kontrak , outsorcing dan magang.
Dengan system kerja kontrak, upah buruh tidak akan pernah mengalami kenaikan dan berbagai tunjangan yang biasa diterima oleh buruh tetap dengan sendirinya tidak diberikan.
Upah murah dan ketidakpastian akan membawa implikasi terhadap penurunan kerja dan produktivitas buruh. Kondisi kerja yang buruk dan penurunan kesejahteraan hanya akan menghasilkan aksi – aksi protes buruh jelas akan membuat situasi investasi tidak nyaman.
Setelah system outsourcing menjadi strategi oleh perusahaan untuk penyediaan tenaga kerja yang murah, Presiden KPSI, Said Iqbal mendesak pemerintah , segera menghapuskan system outsourcing dalam penyerapan tenaga kerja, system outsourcing terbukti memiskinkan buruh.  Ia mengingatkan bahwa outsourcing upahnya 20 % lebih rendah dengan pekerjaan yang sama , waktu yang sama yang bukan outsoucing (detik finance)
Akahirnya , fleksibilisai pasar tenaga kerja di Indonesia tidak disertai dengan jaminan social sebagai “full –back cushion atau jaringan pengaman bagi buruh. Jadi selama buruh dikuasai oleh rezim fleksibilisasi tidak pernah akan sejahtera.

L. Gathot W

Tidak ada komentar:

Posting Komentar