Rabu, 05 September 2012

Politik Upah Murah


Oleh: L. Gathot Widyanata

Setiap tahun buruh di Indonesia selalu dikecewakan oleh keputusan pemerintah tentang Upah Minimum Propinsi/Kabupaten/Kota. Kecewa, karena kenaikan upah yang terjadi tidak pernah sebanding dengan kenaikan harga-harga kebutuhan hidup sehari-hari.
Walaupun pemerintah terus menerus diprotes oleh buruh atas keputusan UMP pertahunnya, namun pemerintah tetap mempertahankan UMP/K sebagai standar minimal upah yang diterima oleh seorang buruh.

Upah Minimum sama dengan Upah Murah
Kebijakan politik upah murah yang dikemas dalam UMP/K merupakan kelajutan sejarah politik upah murah yang diciptakan oleh Rezim Orde Baru. Semula diciptakan  untuk menarik investor-investor asing masuk ke Indonesia, pemerintah mengajukan berbagai penawaran kepada para investor. Dalam rangka meyakinkan investor bahwa berinvestasi di Indonesia menguntungkan, salah satu yang ditawarkan ialah upah murah dari pekerja dan buruh di Indonesia.
Kebijakan upah minimum, dari waktu ke waktu telah mengalami perubahan di tingkat regulasi, khususnya soal komponen upah. Akan tetapi hal itu sama sekali tidak membawa perubahan terhadap peningkatan atau perbaikan kesejahteraan kaum buruh.
UMP/K ditetapkan berdasarkan surve KHL yang terendah, tanpa mempertimbang tingkat inflasi. Oleh sebab itu, UMP/K yang ditetapkan oleh Gubernur itu, selalu tidak memenuhi kebutuhan buruh. Dengan kata lain, UMP/K tidak pernah 100% KHL.

Upah Murah tetap Bertahan
Krisisi ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1998 yang kemudian membuat Indonesia masuk kepada perangkap kapitalisme global, pada perkembangannya mengakibatkan perlindungan Negara terhadap upah buruh semakin tidak jelas. Kebijakan upah murah tetap menjadi primadona untuk menarik investor asing. Katanya untuk menyediakan lapangan kerja bagi pengangguran yang terus bertambah
Melalui Undang –Undang No 13/2003, pemerintah tetap mempertahankan politik upah murah. Dalam kebijakan ketenagakerjaan yang fleksibel memperlihat tekanan kapitalis global agar Indonesia  menerapkan syarat-syarat perbaikan iklim investasi dengan cara : meliberalisasi peraturan perburuhan, melonggarkan pasar kerja dan mendesentralisasi  urusan ketenagakerjaan. Ketiga prinsip tersebut dalam implementasinya  secara pasti telah menurunkan kesejahteraan buruh dan menghilangnya kepastian kerja melalui sistem hubungan kerja kontrak, outsourcing.

Akibat bagi Buruh
Dengan upah murah kaum buruh terjebak dalam kemiskinan tanpa ada kemungkinan untuk keluar dari dalamnya. Upah murah yang didapat oleh kaum buruh akan habis untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan dan sandang.
Keberadaan upah murah akan berdampak pada rendahnya daya beli dan rendahnya investasi maupun tabungan dari kaum buruh. Dari sisi daya beli, maka dengan murahnya upah buruh mengakibatkan lesunya pergerakan sektor riil yang menjual baranng atau jasa disamping penyediaan barang dan jasa pemenuhan kebutuhan primer.
Dengan upah murah, kemampuan buruh untuk menyekolahkan anak menjadi rendah dan tingkat intelektualitas buruh menjadi rendah dan dunia usaha akan kesulitan memperoleh tenaga kerja yang terdidik (Simon J Sibarani 2011)
Upah buruh murah melahirkan permasalahan urban yang luar biasa pelik. Penghasilan minim dari bekerja di pabrik membuat lebih banyak orang memilih terjun di sektor informal, seperti menjadi PKL, pedagang asongan bahkan pengamen.

Penutup
Pada jaman Orde Lama upah diberikan dalam dua bentuk yaitu upah nominal dan tunjangan natura guna menjamin pemenuhan kebutuhan fisik buruh dan keluarganya berupa beras, ikan asin, minyak goreng, dll. Bahkan dikenal istilah Catu-11 terdiri dari 11 jenis kebutuhan pokok sehari-hari bagi buruh dan keluarga yang diberikan oleh perusahaan. Dengan demikian kebutuhan fisik buruh dan keluarganya dijamin, disamping juga menerima upah dalam bentuk uang nominal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar