Selasa, 03 Agustus 2010

Berjuang Demi Hak – Haknya


Perusahaan secara tiba- tiba menyatakan bahwa kondisi keuangan sudah pailit, dan segera ditutup. Pernyataan pailit tidak disertai dengan audit akuntan public yang menyatakan perusahaan tersebut bangkrut. Kebijakan penutupan pabrik tidak dilaporkan ke Suku Dinas Tenaga Kerja Kotamadya Jakarta – Utara.

Pada Kamis, 10 Juni 2010 saya menghadiri exhibition di Atrium IBII (Institut Bisnis dan Informatika Indonesia) Jakarta. Disela- sela kegiatan exhibition, saya bertemu dan ngobrol dengan Ibu Sukini buruh PT Istana Magnolitama di Kapuk Jakarta Utara. Kebetulan Ibu Sukini sedang menunggu stan KaDe 5 yang menggelar produk makanan ringan berupa snak.

KaDe 5 adalah alat promo bagi barang produk buruh (terutama korban PHK- red) yang difasilitasi oleh Biro Pelayanan Buruh- LDD KAJ. Namun, saya tidak akan bicara tentang KaDe 5, saya akan berbicara tentang berjumpaan dengan ibu Sukini salah satu pelaku gerakan penyelesaian perselisihan hubungan industrial buruh PT Istana Magnolitama yang sudah 3 tahun berjalan, namun belum mendatangkan hasil yang pasti.

Sukini, buruh perempuan PT. Istana Magnoliatama asal Ngawi – Jawa Timur, sudah 3 tahun bersama teman – teman berjuang menuntut hak – haknya di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Sukini, 13 tahun bekerja di PT. Istana Magnolitama sebagai QC (Quality Control). Suaminya bekerja sebagai pekerja borongan diperusahaan plastic, saat ini perusahaannya goyah. Sukini mempunyai 3 anak, dua anaknya masih mengenyam dibangku SD dan 1 anaknya tidak mampu melanjutkan sekolah yang lebih tinggi lagi.

“Berawal dari tindakan intimidasi pada para buruh yang tidak lagi produktif”, Sukini mengwali ceritanya. Dengan berbagai dalih, pihak manajemen mendorong teman – teman buruh yang tidak produktif lagi untuk mengundurkan diri.

Selain strategi intimidasi, pihak perusahaan melakukan penawaran untuk mengundurkan diri dengan kompensasi 2 ½ bulan gajih (kurang lebih Rp. 2.500.000,- - red), dengan alasan perusahaan pailit.

Waktu yang menegangkan, pada tanggal 17 Juli 2007, ketika buruh sedang istirahat tengah hari, tiba- tiba pintu gerbang pabrik ditutup. Buruh tidak boleh masuk lagi. Ada secarik pengumuman di pintu gerbang pabrik : “Mulai hari ini, pabrik ditutup.” Dengan demikian pabrik sterile dari buruh. Pintu gerbang dijaga oleh Satpam pabrik. Tak satu buruhpun yang dapat menyelinap masuk, karena penjagaan yang super ketat.

Langkah Bipartite Ditempuh

Perundingan antara buruh dengan pihak manajemen, lalu dilakukan untuk mencari jalan penyelesaian yang bermartabat, untuk melawan tindakan sepihak pihak manajemen untuk menutup pabrik. Dalam perundingan, pihak manejemen akan melakukan pemutusan hubungan kerja buruh PT. Istana Magnoliatama, karena merugi.

Menurut Ibu Sukini yang bekerja di QC (Quality Control), bahwa sejak tahun 2007 perusahaan kebanjiran order. Buruh bekerja hingga jam 23.00 WIB, bahkan kadang sampai pagi hari. Menurut catatan kami, 4 kali dalam satu bulan perusahaan melakukan ekspor. Jadi, tidak masuk akal, jika pihak manajemen mengatakan bahwa perusahaan merugi.

“Kami pernah bertemu dengan buyer produk Oliver, ia mengatakan : mengapa PT. Istana Magnolitama tidak mau menerima order, ada apa sih”, cerita ibu Sukini dengan getir. Dari pertanya buyer produk merk oliver tersebut, memperlihatkan bahwa perusahaan tidak sepi order.

Intimidasi yang dilakukan oleh pihak manjemen agar buruh mengundurkan diri dan penutupan pabrik bukan karena perusahaan merugi tetapi ada alasan lain. Ada beberapa buruh yang merespon tawaran tersebut. “ Mereka mengaku, setelah putus hubungan kerja, direkrut kembali untuk dipekerjakan kembali dengan status kontrak.”, kata Sukini yang masuk dalam group buruh yang menolak tawaran perusahan untuk mengundurkan diri.

Pihak manajemen tetap bersikukuh, akan mem- PHK buruh yang berstatus tetap dengan kompensasi sebesar 2 ½ bulan upah (kurang lebih 2 ½ juta rupiah – red). Pihak buruh tidak menerima tawaran pihak manajemen, buruh menuntut 1 PMTK (Peraturan Menteri Tenaga Kerja) sebagai kompensasi.

Buruh Melapor Ke Disnaker

Melihat peluang bahwa pihak manajemen tidak melapor ke Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta Utara, atas tindakannya mem- PHK buruhnya, buruh melaporkan tindakan manajemen perusahaan PT. Istana Magnoliatama yang mem- PHK buruhnya. Melalui perundingan mediasi Disnaker Jakarta Utara, buruh dimenangkan. Lalu, Disnaker melayangkan surat teguran kepada pihak manajemen PT. Istana Magnolitama.

Langkah mediasi melalui Disnaker- trans Jakarta Utara tidak mendatangkan hasil yang berarti. Mengingat pihak manajemen perusahaan tidak bergeming atas teguran Disnaker.

Buruh Ambil Pabrik

Buruh mengambil alih dan menduduk pabrik dan untuk mempertahankan asset perusahaan, agar asset tidak keluar pabrik. Pabrik dijaga 24 jam dengan sistem bergantian. Selama proses di pengadilan, buruh tidak berpangku tangan (diam –red), buruh memanfaatkan mesin – mesin yang ada untuk produksi. Order kaos dari CMT dan teman – teman serikat buruh (KASBI- misalnya)

“Selama menunggui pabrik kami mendapat bela rasa dari berbagai serikat buruh maupun LSM”, kata Sukini. Seiap bulan sekali buruh PT Istana Magnolitama gelar kasus yang menimpanya. Tujuan utama gelar kasus adalah untuk membicarakan terus menerus kasus yang dihadapi dan membangun tali ikatan para korban.

Ajang gelar kasus juga berperan untuk menjaring bela rasa dari berbagai serikat buruh dan LSM (Lembaga Syadaya Masyarakat) perburuhan. Misal, KASBI selain mendampingi advokasi juga memberikan order kaos, begitu juga yang lainnya.

Menggugat Ke Pengadilan Hubungan Industrial

Surat teguran tersebut tidak direspon oleh pihak manajemen (sudah 2 minggu tanpa ada tanggapan – red) lalu buruh mendaftarkan kasusnya ke PHI (Pengadilan Hubungan Industrial ) Jakarta Pusat. Dalam persidangan yang digelar oleh Pengadilan Hubungan Industrial Jakarta, buruh yang diwakili oleh Serikat Buruh tingkat PT. Istana Magnolitama sebagai penggugat dan perusahaan yang diwakili oleh pengacara perusahaan sebagai pihak yang tergugat.

“Persidangan perselisihan antara buruh dan manajemen perusahaan PT Istana Magnoliatama tidak pernah dihadiri oleh pemiliki”, ungkap Sukini yang saat ini dikaruniai 3 anak. Dua anak duduk di tingkat SD, satu lagi anaknya tidak mampu melanjutkan ketingkat yang lebih tinggi karena alasan biaya sekolah yang super tinggi pula.

Ketika PHI Jakarta memenangkan gugatan buruh, pihak manajemen menggugat balik. Namun, gugatan perusahan yang mempersoalkan hak – hak buruh dipatahkan oleh PHI Jakarta. Keputusan hakim PHI Jakarta tetap memenangkan gugatan buruh.

Kalah di PHI Jakarta bukan menyurutkan langkah manajemen untuk menyelesaikan perselesihan hubungan industrial seefesien mungkin. Pihak manajemen PT Istana Magnoiliatama mengajukan perkaranya ke Pengadilan Tata Niaga Jakarta Pusat untuk mempailitkan perusahaan. Dan Pengadilan Tata Niaga Jakarta Pusat memutuskan bahwa perusahaan PT Istana Magnolitama, yang bergerak dibidang garmen, terletak di jalan Kapuk Indah dinyatakan pailit.

Dengan keputusan Pengadilan Tata Niaga Jakarta Pusat tersebut, buruh tidak terima dengan kepetusan tersebut. Buruh menggugat balik ke Pengadilan Tata Niaga Jakarta Pusat, tetapi gugatan buruh tidak dikabulkan, karena tidak kuat bukti.

“Sekarang penyelesaian perselisihan hubungan industrial PT. Istana Magnolitama dibawah kendali curator”, kata Sukini, yang menekuni bisnis Jahe instant dan keripik singkong balado. Menurut Ibu Sukini, “Kalaupun asset perusahaan dijual, setiap buruh hanya menerima kompensasi sebesar Rp. 2.500. 000, - .” Karena asset yang dapat dijual tidak termasuk tanah dan bangunannya.

Penutup

Untuk mencukupi kebutuhan sehari – hari (menyambung hidup – red), hari – harinya Sukini memproduksi jahe instant, kripik singkong balado untuk dijajakan pada warung – warung kecil yang ada sekitar tempat tinggal.

Sukini, yang harus menanggung kehidupan 5 nyawa membuat kerjasama dengan Biro Pelayanan Buruh LDD – KAJ untuk menimba pengetahuan berwirausaha dan memperluas jaringan pasar. Saat ini, Sukini sudah berhasil menjajakan produknya ke UKM Smesco Indonesia, terus aktif mengikuti bazar – bazar yang diselenggarakan oleh biro pelayanan buruh bekerja sama dengan paroki – paroki KAJ.

Pengalaman Sukini dan kawan – kawan buruh PT Istana Magnolitama dalam menyelesaikan kasus memberikan pelajaran sebagai berikut: pertama, terbentuk bela rasa diantara buruh yang sedang memperjuangkan hak – haknya demi kepentingan bersama. Kedua, secara proses penyelesaian buruh melangkah maju, berani menggunakan kendaraan Pengadilan Hubungan Industrial. Ketiga, terjadi bela – rasa (solider – red) yang melibatkan serikat buruh dan LSM perburuhan terkait dengan kasusnya. (***)

Jakarta, 10 Juni 2010

(L. Gathot Widyanata)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar