Perusahaan secara tiba- tiba menyatakan bahwa kondisi keuangan sudah pailit, dan segera ditutup. Pernyataan pailit tidak disertai dengan audit akuntan public yang menyatakan perusahaan tersebut bangkrut. Kebijakan penutupan pabrik tidak dilaporkan ke Suku Dinas Tenaga Kerja Kotamadya Jakarta – Utara.
Pada Kamis, 10 Juni 2010 saya menghadiri exhibition di Atrium IBII (Institut Bisnis dan Informatika
KaDe 5 adalah alat promo bagi barang produk buruh (terutama korban PHK- red) yang difasilitasi oleh Biro Pelayanan Buruh- LDD KAJ. Namun, saya tidak akan bicara tentang KaDe 5, saya akan berbicara tentang berjumpaan dengan ibu Sukini salah satu pelaku gerakan penyelesaian perselisihan hubungan industrial buruh PT Istana Magnolitama yang sudah 3 tahun berjalan, namun belum mendatangkan hasil yang pasti.
Sukini, buruh perempuan PT. Istana Magnoliatama asal Ngawi – Jawa Timur, sudah 3 tahun bersama teman – teman berjuang menuntut hak – haknya di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Sukini, 13 tahun bekerja di PT. Istana Magnolitama sebagai QC (Quality Control). Suaminya bekerja sebagai pekerja borongan diperusahaan plastic, saat ini perusahaannya goyah. Sukini mempunyai 3 anak, dua anaknya masih mengenyam dibangku SD dan 1 anaknya tidak mampu melanjutkan sekolah yang lebih tinggi lagi.
“Berawal dari tindakan intimidasi pada para buruh yang tidak lagi produktif”, Sukini mengwali ceritanya. Dengan berbagai dalih, pihak manajemen mendorong teman – teman buruh yang tidak produktif lagi untuk mengundurkan diri.
Selain strategi intimidasi, pihak perusahaan melakukan penawaran untuk mengundurkan diri dengan kompensasi 2 ½ bulan gajih (kurang lebih Rp. 2.500.000,- - red), dengan alasan perusahaan pailit.
Waktu yang menegangkan, pada tanggal 17 Juli 2007, ketika buruh sedang istirahat tengah hari, tiba- tiba pintu gerbang pabrik ditutup. Buruh tidak boleh masuk lagi.
Langkah Bipartite Ditempuh
Perundingan antara buruh dengan pihak manajemen, lalu dilakukan untuk mencari jalan penyelesaian yang bermartabat, untuk melawan tindakan sepihak pihak manajemen untuk menutup pabrik. Dalam perundingan, pihak manejemen akan melakukan pemutusan hubungan kerja buruh PT. Istana Magnoliatama, karena merugi.
Menurut Ibu Sukini yang bekerja di QC (Quality Control), bahwa sejak tahun 2007 perusahaan kebanjiran order. Buruh bekerja hingga jam 23.00 WIB, bahkan kadang sampai pagi hari. Menurut catatan kami, 4 kali dalam satu bulan perusahaan melakukan ekspor. Jadi, tidak masuk akal, jika pihak manajemen mengatakan bahwa perusahaan merugi.
“Kami pernah bertemu dengan buyer produk Oliver, ia mengatakan : mengapa PT. Istana Magnolitama tidak mau menerima order, ada apa sih”, cerita ibu Sukini dengan getir. Dari pertanya buyer produk merk oliver tersebut, memperlihatkan bahwa perusahaan tidak sepi order.
Intimidasi yang dilakukan oleh pihak manjemen agar buruh mengundurkan diri dan penutupan pabrik bukan karena perusahaan merugi tetapi ada alasan lain.
Pihak manajemen tetap bersikukuh, akan mem- PHK buruh yang berstatus tetap dengan kompensasi sebesar 2 ½ bulan upah (kurang lebih 2 ½ juta rupiah – red). Pihak buruh tidak menerima tawaran pihak manajemen, buruh menuntut 1 PMTK (Peraturan Menteri Tenaga Kerja) sebagai kompensasi.
Buruh Melapor Ke Disnaker
Melihat peluang bahwa pihak manajemen tidak melapor ke Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta Utara, atas tindakannya mem- PHK buruhnya, buruh melaporkan tindakan manajemen perusahaan PT. Istana Magnoliatama yang mem- PHK buruhnya. Melalui perundingan mediasi Disnaker Jakarta Utara, buruh dimenangkan. Lalu, Disnaker melayangkan
Langkah mediasi melalui Disnaker- trans Jakarta Utara tidak mendatangkan hasil yang berarti. Mengingat pihak manajemen perusahaan tidak bergeming atas teguran Disnaker.
Buruh Ambil Pabrik
Buruh mengambil alih dan menduduk pabrik dan untuk mempertahankan asset perusahaan, agar asset tidak keluar pabrik. Pabrik dijaga 24 jam dengan sistem bergantian. Selama proses di pengadilan, buruh tidak berpangku tangan (diam –red), buruh memanfaatkan mesin – mesin yang ada untuk produksi. Order kaos dari CMT dan teman – teman serikat buruh (KASBI- misalnya)
“Selama menunggui pabrik kami mendapat bela rasa dari berbagai serikat buruh maupun LSM”, kata Sukini. Seiap bulan sekali buruh PT Istana Magnolitama gelar kasus yang menimpanya. Tujuan utama gelar kasus adalah untuk membicarakan terus menerus kasus yang dihadapi dan membangun tali ikatan para korban.
Ajang gelar kasus juga berperan untuk menjaring bela rasa dari berbagai serikat buruh dan LSM (Lembaga Syadaya Masyarakat) perburuhan. Misal, KASBI selain mendampingi advokasi juga memberikan order kaos, begitu juga yang lainnya.
Menggugat Ke Pengadilan Hubungan Industrial
“Persidangan perselisihan antara buruh dan manajemen perusahaan PT Istana Magnoliatama tidak pernah dihadiri oleh pemiliki”, ungkap Sukini yang saat ini dikaruniai 3 anak. Dua anak duduk di tingkat SD, satu lagi anaknya tidak mampu melanjutkan ketingkat yang lebih tinggi karena alasan biaya sekolah yang super tinggi pula.
Ketika PHI
Kalah di PHI
Dengan keputusan Pengadilan Tata Niaga Jakarta Pusat tersebut, buruh tidak terima dengan kepetusan tersebut. Buruh menggugat balik ke Pengadilan Tata Niaga Jakarta Pusat, tetapi gugatan buruh tidak dikabulkan, karena tidak kuat bukti.
“Sekarang penyelesaian perselisihan hubungan industrial PT. Istana Magnolitama dibawah kendali curator”, kata Sukini, yang menekuni bisnis Jahe instant dan keripik singkong balado. Menurut Ibu Sukini, “Kalaupun asset perusahaan dijual, setiap buruh hanya menerima kompensasi sebesar Rp. 2.500. 000, - .” Karena asset yang dapat dijual tidak termasuk tanah dan bangunannya.
Penutup
Untuk mencukupi kebutuhan sehari – hari (menyambung hidup – red), hari – harinya Sukini memproduksi jahe instant, kripik singkong balado untuk dijajakan pada warung – warung kecil yang ada sekitar tempat tinggal.
Sukini, yang harus menanggung kehidupan 5 nyawa membuat kerjasama dengan Biro Pelayanan Buruh LDD – KAJ untuk menimba pengetahuan berwirausaha dan memperluas jaringan pasar. Saat ini, Sukini sudah berhasil menjajakan produknya ke UKM Smesco
Pengalaman Sukini dan kawan – kawan buruh PT Istana Magnolitama dalam menyelesaikan kasus memberikan pelajaran sebagai berikut: pertama, terbentuk bela rasa diantara buruh yang sedang memperjuangkan hak – haknya demi kepentingan bersama. Kedua, secara proses penyelesaian buruh melangkah maju, berani menggunakan kendaraan Pengadilan Hubungan Industrial. Ketiga, terjadi bela – rasa (solider – red) yang melibatkan serikat buruh dan LSM perburuhan terkait dengan kasusnya. (***)
(L. Gathot Widyanata)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar