Oleh: L. Gathot Widyanata
Saat ini, ada perubahan dunia kerja dari model kerja ‘tetap’ diganti model ‘fleksibel’ di tingkat perusahaan. Dalam kerja ‘tetap’ maksudnya adalah model kerja dimana perusahaan memberikan kerja jangka panjang bagi si buruh dan demikian dapat menjamin terjadinya promosi jabatan di dalam perusahaan. Dalam model kerja ‘fleksibel’, buruh dituntut untuk lebih lentur dalam melakukan pekerjaan, tidak tersekat oleh rincian kerja (Job description) yang kaku, dan diharapkan mampu beradaptasi lebih cepat dengan perubahan – perubahan.
Model kerja ‘fleksibel’, kalau dilihat dari durasi masa kerja: jangka pendek dan rotasi kerja. Bentuk model kerja ‘fleksibel’ adalah kontrak & outsourcing. Sistem kerja ‘fleksibel’ mematahkan kerja kolektif menjadi hubungan kerja yang lebih individual. Buruh yang terjebak dalam model kerja ‘fleksibel’ memiliki karakter yang terpenting dapat bekerja (employability security) dan buruh dituntut dapat dapat melakukan berbagai pekerjaan (multi skill & job).
Logika pasar memberikat alas an, mengapa perusahaan menggunakan model kerja ‘fleksibel’? Penggunaan buruh kontrak & outsourcing menjadi cara perusahaan mencapai efesiensi. Penggunaan buruh kontrak & outsourcing dari pada buruh tetap, dipercaya mampu menghemat biaya produksi perusahaan. Namun lebih jauh, perusahaan menggunakan buruh kontrak dan outsourcing sesungguhnya salah satu cara majikan melakukan control pengawasan terhadap para buruh (Standing, 2000).
Perubahan model kerja ‘tetap’ menjadi model kerja ‘fleksibel’ merupakan bentuk strategi pemecah belah persatuan buruh. Ketika hubungan kerja yang berhadap- hadapan (individual- red) perjuangan buruh mudah dipatahkan, baik ditingkat perundingan dan PHI( Pengadilan Hubungan Industrial).
Kini banyak terdapat buruh kontrak, bahkan buruh outsourcing merajalela di berbagai perusahaan manufaktur di Indonesia. Sistem hubungan kerja yang ‘fleksibel’ menghacurkan kekuatan kolektif buruh. Banyak serikat buruh belum menerima dan mengorganisir buruh kontrak & outsourcing. Buruh kontrak & outsourcing enggan untuk membangun kekuatan secara kolektif ( organisasi buruh/serikat buruh) – red) dengan alas an takut kehilangan pekerjaan.
Apakah buruh kontrak & outsourcing perlu berserikat sebagai bentuk perlawanan terhadap model kerja ‘fleksibel’? secara umum, buruh kontrak & outsourcing memiliki hak yang sama dengan buruh tetap, salah satunya berhak mendirikan serikat atau bergabung dengan serikat buruh yang ada. Berdasarkan hak tersebut, buruh kontrak & outsourcing bangun dari tidur, memikirkan serikat buruh/organisasi buruh sebagai alat atau kendaraan untuk memperjuangkan hak – haknya sebagai buruh.
Model Serikat Buruh
Taktik berserikat buruh kontrak & outsourcing didasarkan beberapa pengandaian. Pertama, bahwa buruh – buruh kotrak & outsourcing sadar akan persoalannya dan mau berbagi waktu untuk bertemu, untuk bertukar ide deiantara mereka untuk keluar dari kesulitan hidup.
Kedua, serikat buruh yang berbasis buruh kontrak & outsourcing memiliki model kepengurusan dan pola kepengurusan dan pola kerja yang relative lentur- dinamis, dan tidak struktur kaku, secara hirarkis seperti serikat buruh pada umumnya. Dengan cara menguatkan komunikasi antara mereka berdasarkan jaringan kerja. Setiap anggota menjadi jembatan dan dinamisator organisasi.
Ketiga, serikat buruh yang berbasis keanggotaannya pada individual buruh (bukan tingkatan pabrik serikat buruh pada umumnya) memiliki dan terbangunnya daya ikat, yakni keanggotaan menjadi anggota koperasi (credit union).
Keempat, bahwa serikat yang beranggotakan pada individu buruh harus berfokus pada persoalan kerja buruh kontrak & outsourcing. Maka peran advokasi pada mengatasi rendahnya upah, kerberlanjutan kerja buruh kontrak & outsourcing, dengan cara membuat negosiasi dan perundingan ( sampai pada tingkat perjanjian- red) dengan pihak penyedia tenaga kerja, pengguna tenaga kerja serta pihak pemerintah.
Kelima, serikat buruh yang memiliki anggota yang bekerja pada model kerja ‘fleksibel’, sewaktu – waktu berakhir kontraknya, harus memiliki system dana bantuan bagi buruh yang menganggur sementara waktu.
Keenam, serikat buruh yang beranggotakan buruh kontrak & outsourcing yang dituntut dapat melakukan pekerjaan, mampu melakukan serangkaian pelatihan untuk meningkatkan ketrampilan (skill), tujuannya untuk menjamin keberlangsungan pekerjaan dan meningkatkan daya tawar di pasar kerja.
Ketujuh, serikat buruh yang berbasis individual buruh memiliki batas umur dipekerjaankan di pabrik, 35 tahun batas usia kerja produktif sebagai buruh buruh kontrak & outsourcing. Serikat buruh harus memiliki program alih profesi (banting stir: dari bekerja pada orang lain menjadi memiliki usaha sendiri- red). Peran serikat buruh mampu mengubah mindset dari buruh menjadi entrepreneurship (menciptakan lapangan kerja bagi diri sendiri- red).
Penutup
Sudah saatnya, perubahan model kerja ‘tetap’ menjadi model kerja ‘fleksibel’ dan berakibat perubahan bentuk dari buruh tetap menjadi buruh kontrak & outsourcing, mengorganisasi diri untuk menatap masa depan terciptanya hubungan industrial yang berkeadilan dan bermartabat serta berkelanjutan. ( Penulis, bekerja di Biro Pelayanan Buruh LDD- KAJ)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar