Selasa, 23 Maret 2010

Jaminan Kerja dilihat dari ASG

Oleh: Djamerter A. Simarmata

(bahan sarasehan PUKAT & LSM Perburuhan 22 Agustus 2009)

Pendahuluan

Ensiklik Rerum Novarum dari Paus Leo XIII dikeluarkan pada tahun 1891 yang dapat dinyatakan berada dalam era revolusi industri di Eropah. Perkembangan industri menjadi lingkungan baru bagi masyarakat ketika itu, dan yang paling utama ialah dalam hubungan antara majikan dengan buruh. Terjadi ketimpangan ekonomi yang sungguh menyedihkan, di mana sekelompok kecil orang menjadi kaya-raya sedangkan sebagian besar anggota masyarakat justru mengalami kemiskinan, terutama kaum buruh.

Situasi tersebut memicu adanya ketegangan sosial saat itu yang sewaktu-waktu dapat meledak. Industrialisasi memang adalah fenomena baru bagi masyarakat yang dulunya lebih dominan kegiatan pertanian. Perkembangan baru itulah yang mendorong Paus Leo XIII mengeluarkan ensikliknya yang dapat diartikan sebagai Hal-hal Baru, dan yang kemudian dianggap sebagai awal dari ajaran sosial gereja dalam ruang lingkup kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Kristiani dan masyarakat luas pada umumnya.

Masalah kerja menjadi landasan dari kehidupan, baik itu bekerja dalam ladang sendiri maupun berupa kegiatan kerajinan atau yang baru ialah bekerja dalam bangunan pabrik dari industri. Hubungan kerja antara majikan sebagai pemilik modal selalu menjadi satu pertikaian tentang berapa upah yang pantas dibayarkan. Alkitab sendiri seperti tertulis dalam Yakobus 5.4 : Sesungguhnya telah terdengar teriakan besar, karena upah yang kamu tahan dari buruh yang telah menuai hasil ladangmu, dan telah sampai ke telinga Tuhan semesta alam keluh mereka yang menyabit panenmu. Keadilan upah adalah hal yang telah lama menjadi perdebatan manusia, paling tidak sejak awal para apostel.

Dalam zaman modern muncul argumentasi tentang posisi kerja buruh yang disamakan dengan input produksi lain berupa modal dalam mesin dan bahan baku, sehingga orang menyatakan terjadinya komoditisasi tenaga kerja. Terhadap perkembangan ini gereja menyatakan tentangannya, sebab modal adalah juga hasil kerja manusia. Padahal manusia adalah ciptaan Tuhan, yang sekaligus merupakan citra Allah sendiri. Komoditisasi kerja adalah proses yang merendahkan manusia, sebab ciptaan Tuhan disamakan dengan buatan manusia sendiri.

Karakteristik Ganda Pekerjaan Bagi Manusia

Pekerjaan mempunyai dua dimensi bagi manusia:

1. Sebagai sumber penghasilan dalam kehidupan pribadi dan keluarga,

2. Sebagai pernyataan diri dan maratabat manusia (human dignity)

Bekerja adalah sumber penghasilan bagi manusia, baik bekerja ladang pertanian ataupun usaha kerajinan tangan sendiri ataupun dalam ladang atau perusahaan orang lain. Bekerja adalah bersifat mulia sebagaimana Jesus sendiri memberi contoh dengan bekerja sebagai tukang kayu mengikuti Josef, ayahnya. Dalam bagian lain dari Alkitab disebutkan juga bahwa hanya orang yang bekerjalah yang dapat makan. Pernyataan Alkitab ini memiliki arti mendalam secara ekonomi, di mana setiap penghasilan yang digunakan untuk dapat konsumsi harus bersumber dari kerja riil dan berguna. Pekerjaan riil dan berguna adalah proses pelanjutan karya penciptaan Tuhan di muka bumi, bukan kegiatan destruktif.

Bekerja adalah juga sebagai pernyataan diri serta martabat manusia, sebab seperti tadi disebutkan bekerja adalah dalam rangka penerusan karya penciptaan Tuhan. Orang yang bekerja dalam kegiatan yang berguna menjadi anggota masyarakat yang turut memenuhi kebutuhan sesama, sehingga menjadi manusia berguna. Mengerjakan hal yang berguna adalah identitas manusia yang menjadi faktor pernyataan martabat manusia tadi. Bekerja adalah faktor pembentuk jaringan hubungan sosial kehidupan antar manusia.

Karakteristik ganda dari pekerjaan seperti disebut di atas mempunyai konsekwensi bahwa semua pekerjaan adalah mulia dan tentu harus yang berguna bagi manusia. Bila ada yang melakukan pekerjaan yang tidak berguna atau malah merusak manusia ataupun ciptaan Tuhan seperti merusak bumi atau lingkungan hidup, maka hal itu bertentangan dengan maksud Sang Pencipta. Contohnya adalah seperti penggunaan bom nuklir dalam perang, penggunaan sistem produksi yang memicu pemanasal global, tetapi juga masalah perampokan, pencurian, penjualan narkoba, dan sebagainya.

Dalam dimensi martabat manusia, negara wajib menjunjungnya melalui penyediaan lapangan pekerjaan bagi semua orang. Dalam ilmu ekonomi hal ini dikaitkan dengan sasaran pencapaian full employment berarti menghindari adanya tingkat pengangguran yang tinggi. Seberapa tingkat pengangguran yang dapat berterima akan ditentukan oleh kajian ekonomi yang mendalam dan tepat menurut tingkat perkembangan ekonomi-sosial satu masyarakat bangsa serta juga kemajuan teknologinya, karya bersama umat manusia.

Ekonomi, Teknologi dan Dunia Kerja

Analog dengan pernyataan Alkitab tadi bahwa setiap orang harus bekerja supaya boleh makan, maka ilmu ekonomi juga memberi pernyataan yang hampir serupa. Bila orang makan tanpa kerja maka dia mengambil hasil pekerjaan orang lain. Atau dengan sebutan lain, bila seseorang memperoleh penghasilan tanpa memberi hasil yang setara dalam nilai ke dalam sistem ekonomi, maka situasi demikian mengganggu ekonomi, sebab adanya penghasilan tanpa imbalan kontribusi dalam produk bersama. Hal tersebut menyebabkan kelebihan permintaan dari pasokan agregat sehingga memicu inflasi. Dalam situasi biasa, inflasi menyebabkan peningkatan biaya hidup orang lain, dan situasi ini mengganggu common goods. Inflasi yang mengurangi daya beli penghasilan dari mereka yang bekerja seperti itu menyebabkan beban menyerupai pajak, sehingga disebut sebagai inflation tax. Oleh karena itu supaya ekonomi bekerja dalam situasi keseimbangan, maka semua yang dikonsumsi (baik saat ini ataupun untuk masa mendatang dalam bentuk tabungan) haruslah bersumber dari hasil pekerjaan riil yang tidak mengandung komponen rente ekonomi atau keuntungan lebih bagi pemilik modal atau pengelola perusahaan. Kelebihan keuntungan adalah bentuk eksploitasi, dan itu dapat dikembalikan pada Yak 5.4 tadi.

Sebagaimana diketahui, pembatasan pekerjaan buat setiap orang yang bermuara pada spesialisasi akan meningkatkan produktivitas (melalui learning curve) sehingga bersifat mensejahterakan. Tetapi spesialisasi memerlukan pertukaran hasil antar orang atau antar perusahaan atau pada gilirannya antar bangsa. Pertukaran tersebut terjadi dalam pasar, sehingga pasar adalah lembaga sosial yang merupakan tempat mempertukarkan hasil antar orang yang melakukan pekerjaan yang saling berbeda. Dalam pengertian ini pasar yang dimaksud belum mendapat manipulasi dalam berbagai bentuknya. Spesialisasi pekerjaan adalah juga sesuai dengan pernyataan Alkitab yang menuntut agar setiap orang bekerja menurut talentanya. Talenta ada yang bersifat bawaan seperti bakat seni, tetapi ada juga yang terbentuk melaui pendidikan dan pengalaman kerja.

Tetapi perkembangan mutakhir tentang pekerjaan telah mengarah pada tuntutan yang tidak lagi berkeahlian tunggal, namun justru bersifat keahlian ganda. Ini sesuai dengan makin meningkatnya peran economies of scopes atau ekonomi variasi dalam perusahaan yang saling melengkapi pada konsep ekonomi skala yang lebih dulu dikenal dalam dunia usaha. Ekonomi skala menyatakan bahwa makin besar volume produksi makin kecil biaya satuan produksi, dan ekonomi variasi juga menyatakan bahwa penambahan variasi produk yang tepat akan juga mengurangi biaya satuan. Transformasi ekonomi yang makin memberi tempat vital bagi kegiatan pelayanan (services) dan makin mengurangi intensitas pekerjaan manufaktur dan juga pertanian adalah bagian integral dalam proses tersebut. Ekonomi skala cum ekonomi variasi adalah tuntutan baru dalam globalisasi.

Salah satu ciri lain ekonomi modern pada akhir abad 20 dan awal abad 21 ini ialah makin pendeknya daur hidup produk (product life cycles). Ini adalah hasil dari inovasi dan invensi dalam dunia teknologi. Fenomena yang dapat disebut sebagai short-termism dalam sektor riil melalui intensitas ritme pengenalan produk baru ternyata disertai oleh munculnya pembiayaan jangka pendek dalam bidang finansil. Baik dalam sektor riil maupun sektor finansil semua membangkitkan perpendekan kegiatan produksi dengan konsekwensi pada perubahan dunia kerja, yang dapat berupa hilangnya pekerjaan tertentu dan digantikan oleh pekerjaan baru. Kemajuan transistor telah menyebabkan hilangnya pekerjaan pada tabung-tabung dalam TV maupun radio. Kemajuan teknologi menjadi penyebab technological unmemployement, terutama dalam jangka pendek. Inilah masalah besar dari kemajuan teknologi yang tanpa perencanaan.

Tren pembiayaan jangka pendek juga disertai makin tingginya porsi kegiatan finansil dalam ekonomi, yang oleh Krugman peraih hadiah Nobel ilmu ekonomi tahun 2008 disebut sebagai proses financialization ekonomi. Fenomena ini ternyata juga dipicu oleh keinginan mendapat untung dalam waktu singkat. Ekonomi AS adalah yang paling tinggi kadar finansialisasi ekonominya. Krisis finansil global tahun 2007/8 adalah akibat dari berbagai inovasi instrumen finansil dengan sasaran mencapai keuntungan besar dalam jangka waktu sesingkat-singkatnya serta dengan modal sendiri sekecil-kecilnya. Dalam kaitan ini, orang dapat membuat analogi Rerum Novarum dipicu oleh revolusi industri, sedang ensiklik Charitas in Veritate dipicu oleh revolusi finansil, yang dapat dikatakan mempunyai kaitan lebih erat dengan ensiklik Populorum Progressio.

Pada hakekatnya, ekonomi mempunyai dimensi perorangan dan kolektif. Pekerjaan orang yang hanya mengejar tujuan individual tanpa memperhatikan dimensi kebersamaan pada gilirannya akan merusak kehidupan keseluruhan. Demikianlah bahwa pergantian produk yang cepat, dapat justru meningkatkan keuntungan perusahaan melalui persaingan yang berlebihan, tetapi berpotensi pada kekacauan dunia kerja akibat kebangkrutan sejumlah perusahaan dan hilangnya sebagian dari pekerjaan yang sebelumnya ada. Efek individual pada perusahaan mempunyai gema lebih luas ke dalam dunia kerja. Dimensi kolektif dalam arti luas menjadi apa yang disebut sebagai Common Goods yang telah dikaji olah berbagai ensiklik Paus ataupun dalam Kompendium Ajaran Sosial Gereja.

Pergeseran Sistem Operasi Perusahaan

Terjadi pergeseran dari operasi perusahaan yang mengandalkan organisasi internal dalam pelaksanaan tugas pada sistem pasar, di mana bagian tertentu justru diperolah dari pasar barang setengah jadi atau outsourcing. Ini bertentangan dengan teori Ronald Coase yang menyatakan bahwa perusahaan dibentuk dalam rangka mengurangi biaya transaksi (transaction cost) yang lebih tinggi melalui mekanisme pasar. Perusahaan bertujuan menciptakan kekayaan dan bukan lapangan pekerjaan. Mempekerjakan orang adalah alat untuk mencapai tujuan tadi sebab baik pemilik ataupun pengelola tidak akan mampu melakukan semua kegiatan yang diperlukan. Jadi sasarannya bukanlah demi memberikan pekerjaan buat orang lain. Bila perusahaan memang berkemauan menjalankan ide CSR (Corporate Social Responsibility) maka penciptaan lapangan pekerjaan dapat jadi satu tujuan internal, tetapi tetap dalam kerangka menciptakan kekayaan bagi pemilik dan pengelola. Dalam terminologi ekonomi maka penciptaan lapangan pekerjaan hanyalah sebagai akibat sampingan dalam rangka mencari keuntungan atau penciptaan kekayaan bagi pemilik perusahaan. Tetapi pemerintah mempunyai tugas utama dan vital dalam hal penciptaan lapangan pekerjaan bagi warga negaranya, langsung atau tidak yang bersifat fasilitatif bagi sektor produktif, yang dalam kebanyakan hal didominasi oleh swasta.

Bagi Indonesia tuntutan itu terdapat dalam UUD 1945 pasal 27 ayat 2, dan juga dalam pengertian demokrasi ekonomi pasal 33. Hal sama pada hakekatnya juga menjadi sasaran dari ekonomi makro, di mana stabilitas makroekonomi adalah inflasi dan pengangguran rendah. Sehingga stabilitas bukan hanya inflasi rendah seperti selama ini didengungkan oleh pemerintah dan juga sejumlah lembaga internasional. Inilah hakekat makroekonomi, tetapi dalam praktek masalah pengangguran hanya satu tujuan sampingan, dan bukan menjadi tujuan utama. Dalam UU Otda No. 32 disebut bahwa masalah moneter dan fiskal nasional menjadi urusan pemerintah pusat, tetapi tak mencakup issu pengangguran. Banyak orang menyelewengkan ide, bahwa Adam Smith adalah penganjur keuntungan sebagai motif utama perusahaan sehingga keserakahan, greedy, tidak terpisahkan darinya dan berarti dapat dibenarkan. Padahal tokoh tersebut mendahulukan kesejahteraan umum masyarakat luas dan keuntungan hanya sebagai minyak pelumasnya.

Organisasi Buruh dan Pengangguran

Organisasi buruh selalu mendapat dukungan dari berbagai ensiklik Paus sejak dari RN dan tentu dalam LE sampai pada CV (Charitas in Veritate). CV, ensiklik yang dikeluarkan pada saat krisis finansil global masih berlangsung dianggap sebagian media internasional sebagai jawaban atas krisis tersebut. Dinyatakan bahwa fungsi organisasi buruh sekarang justru makin penting dibanding dengan masa-masa ensiklik sebelumnya. Hal itu terkait dengan kenyataan lapangan, baik akibat pengerdilan peran organisasi buruh dalam iklim persaingan global, yang berdampak pada penurunan berbagai jaringan pengaman sosial, dan juga akibat mobilitas pekerja, dengan sejumlah efek ikutan negatif berupa ketidak-pastian situasi kerja yang mengalami deregulasi luas. Paus Benediktus XVI menekankan kembali posisi prima dari manusia pekerja dibanding dengan kapital.

Satu hal vital dalam CV ialah perhatian yang diberikan pada apa yang dalam ekonomi ketenagakerjaan, dikenal dengan topik Insider and Outsider Theory. Organisasi buruh memperjuangkan kepentingan anggotanya dan dalam banyak hal mampu mencapainya. Tetapi ada sejumlah pekerja yang tidak terorganisir, dan mereka itu tidak menjadi bagian dari yang akan diperjuangkan oleh organisasi buruh. CV (§ 64) mengangkat dalam skala global, begitu banyaknya pekerja dalam negara berkembang yang tidak terorganisir dan menjadi kelompok outisider, korban ketidakadilan dalam banyak perusahaan.

Dari sisi lain, peningkatan tuntutan upah dari organisasi buruh dapat memicu jumlah tenaga kerja yang terserap industri mengecil, sehingga justru menaikkan pengangguran. Peningkatan pengangguran bertentangan dengan common goods yang ingin didukung oleh semua ensiklik. Tuntutan perbaikan kepentingan sekelompok, tetapi menyebabkan pemburukan bagi kelompok pekerja yang tidak terorganisir tidak sesuai dengan sasaran common goods tadi. Inilah dilemma organisasi buruh.

Kelompok Pengusaha, Upah dan Pekerja

Pengusaha atau perusahaan yang berkemauan baik secara individual tidak mampu berbuat banyak merubah situasi dalam kaitan tingkat upah dan daya serap tenaga kerja. Dalam RN, Mater et Magistra, LE, CV antara lain menyatakan perlunya upah yang adil. Tetapi upah yang adil dapat mempunyai interpretasi yang saling berbeda. Tuntutan upah adil oleh organisasi buruh dapat bermuara pada tingkat upah terlalu tinggi sehingga justru memicu pengurangan penggunaan buruh dan terjadi substitusi dengan otomatisasi sistem produksi. Dalam mencapai common goods tuntutan upah yang diangkat oleh MM ialah sedemikian sehingga perusahaanpun tidak akan dipaksa tutup hanya untuk memenuhi tuntutan upah yang dianggap tinggi, sebabakan memicu pengangguran yang lebih besar. Common goods ialah kelangsungan bersama kehidupan warga buruh bersama dengan dunia usaha, hal yang memerlukan penyesuaian antara buruh dan pengusaha & pengelola.

Dalam konteks itu orang perlu mencari peluang mencapai solusi yang saling untung. Ilmu ekonomi memberi solusi atas peningkatan upah, dimungkinkan bila biaya produksi turun, yang dapat diperoleh melalui peningkatan produktivitas, sehingga biaya satuan menurun. Sasaran itu ternyata dapat dicapai melalui pemanfaatan ekonomi skala maupun ekonomi varias (economies of scope). Ekonomi skala menuntut peningkata permintaan, berarti peningkatan volume produksi. Hal ini dapat tercapai bila upah pekerja umumnya naik. Tetapi peningkatan upah harus berlaku umum pada semua perusahaan, sehingga berpotensi meningkatkan daya beli masyarakat luas, berarti meningkatkan permintaan yang akan bermuara pada peningkatan produksi. Inilah sumber ekonomi skala.

Solusi serupa dinyatakan oleh Duncan (2005) dalam bukunya The Dollar Crisis, yang menyatakan bahwa salah satu pemicu krisis global ialah ketidakseimbangan upah antara negara maju dan negara berkembang tetapi sangat produktif seperti RRC. Usulnya ialah menaikkan upah rata-rata pekerja RRC, sehingga daya belinya meningkat dan dengan itu meningkatkan impor dari AS dan juga tingkat konsumsi dalam negeri. Ini adalah solusi yang berdampak common goods secara global. Solusi dalam satu negara ialah dengan adanya kesepakatan antara organisasi pekerja dengan organisasi pengusaha, yang harus memperoleh fasilitas dari pemerintah. Pemerintah sendiri tentunya wajib melakukan semua usaha penciptaan lapangan pekerjaan dengan tingkat upah yang memadai.

Krisis Finansil dan Dunia Kerja

Krisis finansil telah terjadi dengan frekuensi yang makin meningkat dibanding dengan masa sebelumnya. Indonesia dan Asia Timur telah terkena krisis sepuluh tahun lalu dan krisis finansil global datang menerpa lagi tahun 2007/8. Semua bermuara pada masalah ekonomi riil dengan dampak peningkatan pengangguran. Ekonomi yang terlalu tergiur pada inovasi finansil ternyata telah menjadi korban kebaruan tersebut. Apa yang disebut sebagai revolusi finansil tidak lain dari pengenalan meluas inovasi finansil, yang pada kenyataan belum lulus uji bagi kepentingan umum. Kegagalan lembaga finansil seperti perbankan, akhirnya menjadi tanggungan pembayar pajak, sebagaimana dengan BLBI di Indonesia dan semua beban fiskal di AS dengan besaran trilyunan dollar. Sekarang ini tingkat pengangguran di negeri adi daya ekonomi itu telah lebih dari 9,5 persen, dan berdasarkan perkiraan pakar ekonomi lain angka itu sebenarnya lebih dari 15 persen.

Inilah tantangan global bahwa krisis finansil yang pada kenyataannya hanya digeluti sekelompok kecil pelaku ternyata mempunyai efek luas menyentuh hampir semua sektor riil dalam ekonomi, antaranya peningkatan pengangguran dalam negara maju mencakup negara-negara Eropah dan Jepang. Kristal tahun 1997 telah menyebabkan pertumbuhan minus 13,7 % dalam ekonomi Indonesia dengan konsekwensi pengangguran sangat besar.

Kembali di sini tuntutan pada pemerintah untuk melakukan pengelolaan ekonomi makro yang benar, di mana krisis 1997/8 juga didahului oleh liberalisasi finansil. Tugas negara dalam masalah ketenagakerjaan telah tercantum dalam UUD 1945 pasal 27 (2) serta juga dalam kaitan dengan konsep demokrasi ekonomi pasal 33. Krisis finansil tahun 2007/8 ternyata juga mempengaruhi ekonomi dan dunia kerja Indonesia walaupun tidak separah yang terjadi sepuluh tahun sebelumnya. Sayangnya issu global seperti ini tidak mampu ditangani oleh Indonesia sendiri, tetapi hendaknya melakukan apa yang dapat mengurangi dampak negatifnya melalui penguatan keterkaitan ekonomi nasional. Dari dimensi geografiknya Indonesia dapat menyerupai anggota ASEAN lain, sehingga ada potensi positif dari penggalakan perdagangan antar pulau yang lebih tinggi.

Prospek Pekerjaan Dalam Lingkup Nasional dan Global

Hasil temuan studi 3 lembaga: LDD KAJ, Kom PSE Keuskupan Bogor dan Yayasan SPIS Jakarta sungguh mengungkapkan hal spesifik Indonesia, di luar dari textbook ekonomi, akan tetapi merupakan kasus yang telah tersirat dalam semua ASG. Terjadi proses eksternalisasi transaksi melalui outsourcing dalam segala bentuknya, mungkin yang terjauh cakupannya di Indonesia.

Komoditisasi pekerjaan di Indonesia menimbulkan banyak masalah baik dalam pribadi maupun keluarga pekerja, serta juga dalam berbagai masalah dimensi lebih luas, seperti dalam lembaga pelayanan publik terkait ketenagakerjaan. Banyak kegiatan yang dulunya menjadi urusan internal perusahaan telah dikeluarkan dan menjadi kegiatan lembaga luar perusahaan, yang dari sudut biaya transaksi menurut Coase, transaction cost, seharusnya makin mahal. Tetapi adanya berbagai biaya yang dikenal dengan high cost economies dalam ekonomi nasional seperti berbagai biaya pelicin atau uang preman, menjadi urusan lembaga eksternal perusahaan. Pemberian biaya itu dapat memberi imbalan kepastian dunia usaha serta juga memberi independensi bagi dunia usaha terkait dari berbagai isu ketidakpastian, baik dalam biaya maupun kelancaran operasi usaha.

Dalam konteks global proses outsourcing juga menjadi fenomena yang dialami banyak negara maju. Laporan UNESCO tahun 2004 dengan judul: The Future of Work in Europe mengungkap hal sama, di mana pekerjaan temporer telah menjadi bagian hidup dalam kebanyakan negara benua itu.

Dalam kurun waktu 20 tahun sampai laporan itu dikeluarkan terjadi perobahan dunia kerja di Uni Eropah, di mana jumlah pekerjaan pertanian menurun 45 persen, industri menurun 20 persen, sedangkan services mengalami peningkatan 28 persen. Keseluruhan terjadi peningkatan pengangguran, di mana era 80-an dipicu oleh gerakan otomatisasi.

Dari laporan di atas dinyatakan bahwa ada tiga kelompok pekerjaan dengan tendensi berbeda: 1) pekerjaan repetitif (pengulangan) akan mengalami regresi; 2) pelayanan personal tetapi dengan kontak eksternal akan bertumbuh; 3) pekerjaan terkait penciptaan dan cari solusi dalam penelitian, konsultan, insinyur dan sebagainya akan meningkat.

Kelihatannya apa yang terjadi di benua Eropah itu akan mempunyai gema di negara dan benua lain di dunia, tidak terkecuali Indonesia. Demikianlah, pembangunan SDM akan makin vital, dan dengan demikian kegiatan pendukungnya juga harus mendapat perhatian serius. Satu masalah besar di Indonesia ialah makin mahalnya semua kegiatan pembangunan SDM, baik dalam pendidikan maupun kesehatan. Pendidikan tinggi telah makin mahal, padahal adalah sumber dari tenaga kerja kelompok ke-tiga di atas.

Kesimpulan

1) ASG telah menyatakan dengan tegas vitalnya masalah kerja bagi manusia dan menurut LE menjadi dasar dari banyak masalah sosial. Penciptaan pekerjaan bagi semua orang menjadi Common Goods, dan dengan demikian harus menjadi tugas semua yang berkhendak baik menciptakannya, tetapi terutama pemerintah semua negara seperti Indonesia. Proses globalisasi menuntut sudut pandang berdimensi global juga, di mana dapat terjadi bahwa tindakan pemenuhan pengadaan tempat kerja dalam satu negara dapat memicu efek negatif berupa kenaikan pengangguran di negara lain, baik mitra dagang langsung atau bukan.

2) Pemerintah harus menghilangkan semua pembentuk high economies sehingga pengusaha dapat memberi pengupahan yang makin layak. Pengusaha dan buruh perlu membentuk kesepakatan bersama dalam mencari tingkat upah agregat dan juga penciptaan lowongan kerja yang tepat demi mencapai common goods.

3) Prospek pelangkaan pekerjaan dapat makin memuncak bila sifat egois dan isolasi kebijakan menjadi norma pembentukan kebijakan dalam setiap negara. Ini menuntut adanya koordinasi global yang mungkin berada di luar ruang lingkup kerja banyak organisasi kecil.

4) Perkembangan teknologi yang dengan cepat menghancurkan pekerjaan banyak orang melalui inovasi maupun invensi perlu penyesuaian sedemikian sehingga selalu mencari pelengkap kegiatan dengan hasil bersama mampu menciptakan lapangan pekerjaan yang meningkat sesuai kenaikan jumlah penduduk.

5) Krisis finansil yang telah melanda dunia dengan intensitas makin tinggi periode terakhir perlu mendapat penyelesaian global. Berbagai transaksi finansil dengan sasaran mendapat untung dalam jangka pendek (seperti transaksi mata uang asing, dan juga surat-surat berharga) perlu mendapat tinjauan ulang sedemikian sehingga dampak negatifnya dapat dikurangi, terutama terhadap dunia kerja.

6) Masalah upah hendaknya diselesaikan sedemikian sehingga baik buruh ataupun perusahaan secara serentak dapat mendukung pencapaian common goods tadi.

7) Kebijakan makroeekonomi yang mengabaikan masalah pengangguran dalam defenisi stabilitas ekonomi perlu dikaji ulang dan menjadikan full employment sebagai sasaran vital dan bukan bersifat pelengkap pada sasaran lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar