Kamis, 18 Maret 2010

Program Pengorganisasian Buruh Kontrak & Outsorcing


Oleh: L. Gathot Widyanata

Isu buruh kontrak dan outsorcing (pengerahan sebagian pekerjaan dalam proses produksi kepada perusahaan pengerah tenaga kerja yang menyediakan buruhnya) adalah isu paling mengemuka yang patus diperhatikan serius.

Sistem buruh kontrak dan outsorcing adalah akal perusahaan untuk mengejar efesiensi yang sudah berjalan beberapa tahun belakangan ini. Namun praktek sistem kerja ini marak khususnya setelah disahkan UU No. 13 tahun 2003.

Menjadi buruh kontrak dan outsorcing beban yang ditanggung adalah kehilangan keamanan kerja (job security) karena setiap saat mereka bisa diberhentikan

Disamping itu, buruh kontrak dan outsorcing miskin akses pada hak- hak normatif kerja jaminan sosial, lingkungan kerja yang sehat dan nyaman dan juga mengalami pengurangan upah dan insentif lainnya.

Buruh kontrak dan outsorcing adalah produk ”reformasi hukum perburuhan” yang paling kasat mata, dan praktis menjadi momok yang paling ditakuti buruh saat ini.

Buruh Kontrak

“Buruh kontrak” adalah istilah sosiologis, istilah yang diberikan dalam penggunaan sehari – hari di masyarakat. Istilah ”Buruh Kontrak” dipergunakan untuk menggambarkan kondisi kerja buruh yang berdasarkan kontrak kerja dalam suatu jangka waktu tertentu. Ia diperlawankan dengan istilah ”Buruh Tetap”. Secara sederhana,”Buruh Kontrak” berarti buruh yang tidak memiliki pekerjaan tetap. (Jafar Suryomenggolo 2003)

”Buruh Kontrak” masih dibedakan dengan ”Buruh Harian Lepas”, ”buruh borongan,” ”buruh harian,” atau ”buruh subkontrak.” Maka ada status bertingkat: buruh tetap, buruh kontrak, buruh borongan, buruh harian, buruh harian lepas , buruh subkontrak.

Dalam hukum, secara umum hanya dikenal pembagian antara ”buruh tetap” dan ”buruh tidak tetap” (atau ”buruh kontrak”) ini disebut sebagai ”Buruh untuk waktu tertentu”. Apa yang disebut sebagai ”Buruh untuk waktu tertentu,” ini mencakup pengertian istilah ”buruh borongan,” ”buruh harian lepas,” ”buruh subkonrak,” dan lain sebagainya yang tidak termasuk sebagai ”buruh tetap”.

Dalam UU No.13/2003, pasal 59 menyatakan secara tegas Tapi, apakah Imas tahu bahwa justru pada pasal 59, bahwa buruh Kontrak disebut sebagai PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) hanya dapat dilaksanakan dengan ketentuan: pekerjaan yang sementara sifatnya, pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu paling lama 3 tahun, pekerjaan musiman; atau pekerjaan yang berhubungan dengan produk dan kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan. Intinya tidak boleh ada sistem kerja kontrak pada pekerjaan yang bersifat tetap.

Buruh Outsorcing

Outsourcing (alih daya) adalah pemindahan atau pendelegasian beberapa proses bisnis kepada suatu badan penyedia jasa, dimana badan penyedia jasa tersebut melakukan proses administrasi dan manajemen berdasarkan difinisi serta kriteria yang telah disepakati oleh para pihak.

Outsourcing berasal dari kata out yang berarti keluar dan source yang berarti sumber. Dari pengertian-pengertian di atas maka dapat ditarik suatu definisi operasional mengenai outsourcing yaitu suatu bentuk perjanjian kerja antara perusahaan A sebagai pengguna jasa dengan perusahaan B sebagai penyedia jasa, dimana perusahaan A meminta kepada perusahaan B untuk menyediakan tenaga kerja yang diperlukan untuk bekerja di perusahaan A dengan membayar sejumlah uang dan upah atau gaji tetap dibayarkan oleh perusahaan B

Outsoucing dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia diartikan sebagai pemborongan pekerjaan dan peneydia jasa tenaga kerja. Pengaturan hukum outsourcing di Indonesia diatur dalam Undang –Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 (pasal 64,65 dan 66) dan Keputusan Menteri Tanaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia No. Kep. 101/Men/VI/2004 tahun 2004 tentang Tata Cara Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh (Kepmen 101/2004).

Dalam Inpres No. 3 Tahun 2006 tentang paket Kebijakan Iklim Investasi disebut bahwa outsourcing sebagai salah satu faktor yang harus diperhatikan dengan serius dalam menarik iklim investasi di Indonesia.

Apa masalah buruh kontrak & Outsourcing?

  • Upah: maksimum sebesar UMK dan tidak ada tunjangan maupun jaminan sosial lain.
  • Tidak mendapat hak- hak cuti dan fasilitas lainnya.
  • Rekrutmen: melalui agen /yayasan menyalur dan harus membanyar. Upah juga dipotong oleh agen.
  • Buruh perempuan: umur dibatasi, bila hamil atau menikah langsung diberhentikan atau kontrak tidak diperpanjang.
  • Jam kerja: tergantung target produksi, bila target tidak diselesaikan lembur tanpa dibayar. Bila produk riject upah dipotong. Kerja hari minggu tidak dibayar.
  • Masa kerja yang cenderung pendek, dan ancaman PHK terhadap buruh kontrak yang lebih besar, membuat mereka enggan melibatkan diri dalam serikat, atau membuat minatnya untuk berserikat menjadi sangat rendah.

Apakah perlu buruh kontrak & outsorcing membentuk SB?

Sebagai golongan mayoritas di tempat kerja, buruh kontrak & outsourcing menghadapi berbagai masalah hubungan kerja dan perlakuan yang sewenang-wenang. Untuk memecahkan masalah-masalah hubungan kerja, tak akan dapat dilakukan sendiri-sendiri, melainkan secara bersama-sama. Untuk memecahkan masalah bersama-sama ini berarti buruh kontrak & outsourcing mulai membutuhkan organisasi di tempat kerja atau di luar. Organisasi ini biasa dinamakan organisasi buruh kontrak & outsourcing.

Pertama, kebutuhan buruh kontrak & outsourcing akan sebuah organisasi buruh bertujuan memperjuangkan dan memenangkan kepentingan-kepentingan tertentu buruh dalam hubungannya dengan pengusaha. Misalnya, memenangkan kenaikan upah dan tunjangan atau perbaikan kondisi kerja serta keberlangsungan masa kerja.

Kedua, organisasi buruh kontrak &outsourcing diperlukan selain alat perjuangan, juga untuk meningkatkan ketrampilan buruh dalam berorganisasi. Mereka dapat berkumpul, membahas masalah secara bersama, mengadakan pelatihan, membuat terbitan, penelitian, mengkomunikasikan masalah-masalah, serta meningkatkan solidaritas sebagai golongan senasib sepenanggungan. Organisasi Buruh kontrak & Outsourcing menjadi alat perjuangan buruh secara langsung di tempat-tempat kerja.

Ketiga, buruh kontrak &outsourcing memerlukan organisasi buruh juga dapat digunakan untuk menjalin hubungan dengan serikat-serikat buruh dan organisasi lainnya di luar tempat kerjanya baik secara sektoral maupun non-sektoral. Mereka dapat mengembangkannya menjadi hubungan kerjasama agar meningkat ke tingkat kota, wilayah dan kemudian tingkat nasional dan sampai tingkat internasional. Dengan cara inilah buruh dapat membangun solidaritas yang lebih luas.

Bagaimana buruh kontrak dan outsorcing membentuk organisasi buruh?

Fenomena buruh kontrak & outsourcing menyimpan sebuah potensi kekuatan yang sangat besar apabila dikelola serius dengan alat perjuangan serikat. Seiring perubahan gerak modal dan siasat licik pemodal, pola pengorganisiran buruh kontrak & outsourcing dapat dilakukan dengan beberapa langkah, sesuai kebutuhan. Mengorganisir buruh kontrak & outsourcing tidak bisa disamakan dengan pengorganisasian buruh tetap.

Langkah pertama pengorganisasian buruh kontrak dan outsourcing: Untuk menghadapi masa kerja yang pendek, misalnya, pola pengorganisiran yang dilakukan adalah melalui pola pendekatan komunitas buruh kontrak. Metode ini bisa dimulai melalui pemilihan peta wilayah tempat tinggal buruh kontrak. Pola ini dirasakan cukup efektif, karena buruh kontrak yang di PHK atau tidak diperpanjang kontraknya dipastikan berpindah tempat kerja, namun mereka umumnya jarang berpindah tempat tinggal. Enggan beradaptasi dengan lingkungan tempat yang baru, merupakan salah satu alasan.

Langkah kedua pengorganisasian buruh kontrak & outsourcing: Organisasi Buruh Kontrak & Outsourcing jelas bukan organisasi pengusaha atau Yayasan Perekrut Tenaga Kerja. Karena pengusaha atau Yayasan Perekrut Tenaga Kerja sudah punya organisasinya sendiri, yakni perusahaan. Bahkan dengan sesamanya, pengusaha membentuk asosiasi-asosiasi seperti Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia). Secara sektoral, pengusaha punya organisasi seperti API (Asosiasi Pertekstilan Indonesia). Jadi, serikat buruh benar-benar organisasi buruh.

Bagaimana caranya membentuk organisasi buruh kontrak & outsourcing? Pertama, membuat kampanye yang masif untuk menyadarkan sebanyak mungkin orang tentang hak buruh kontrak & outsourcing yang dirampas. Sebagai buruh, mereka harusnya memiliki hak yang sama atas kesejahteraan, jaminan kerja dan tentu saja, hak untuk berorganisasi. Buruh kontrak & outsourcing yang rata-rata tidak memiliki interaksi dengan serikat, biasanya buta akan informasi-informasi tentang hak-hak normatifnya sehingga, bila ada kampanye yang luas diharapkan akan muncul kesadaran buntuk bersama-sama melakukan perubahan. Upaya lain yang ditempuh untuk membangkitkan kesadaran buruh.

Kedua, Apa yang dilakukan setelah buruh kontrak memiliki pemahaman dan kesadaran akan hak-haknya? Pada gilirannya harus membangun serikat buruh dengan sebuah kesadaran politik, bahwa tidak ada satu pun hak kaum buruh dan masyarakat tertindas lainnya yang diperoleh dengan cuma-cuma. Semua harus direbut dengan kekuatan sendiri, tidak bergantung pada kebaikan orang lain. Maka, upaya panjang mengorganisir buruh kontrak harus tetap dilakukan dengan sebuah kesadaran bahwa nasib mereka, ditentukan oleh sebuah keputusan politik yang dikuasai oleh kekuatan modal.

Ketiga, buruh kontrak & outsourcing engalami dan pendidikan penyadaran akan kebutuhan organisasi buruh yang berbasis buruh kontrak & outsourcing. Pengusaha atau Yayasan Perekrut Tenaga Kerja tidak dibenarkan ikut campur dalam pembentukan organisasi buruh kontrak & outsourcing.

Keempat, buruh kontrak & outsourcing harus menyelenggarakan pemilihan pengurus (pimpinan) organisasi buruh yang hendak dibentuknya. Selain pengurus, buruh juga dapat memilih anggota yang duduk dalam majelis anggota sebagai wakil anggota organisasi buruh kontrak & outsourcing yang akan menjalankan fungsi pengawasan terhadap jalannya organisasi buruh

Kelima, organisasi buruh kontrak & outsourcing yang dibentuk dan dideklarasi itu, juga harus dibuat Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, sehingga aturannya jelas bagi anggota-anggota organisasi yang telah memilih pengurus dan majelis serta bagi anggota organisasi, termasuk besar iuran anggota dan cara penarikannya serta mengatur Rapat Anggota secara berkala.

Keenam, pengurus organisasi buruh harus menyusun rencana program dan kegiatan-kegiatannya untuk disampaikan rencana ini kepada anggota-anggota organisasi. Dengan adanya program dan kegiatan, fungsi organisasi buruh dapat berjalan untuk para anggota dan buruh-buruh yang belum menjadi anggotanya.

Cara pembentukan dan pelaksanaan organisasi buruh kontrak & outsourcing seperti itu adalah demokratis. Karena organisasi buruh kontrak & outsourcing adalah organisasi dari, oleh dan untuk buruh. (***)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar